Dengan Jagung Siapa Takut Paha Ayam
Impor
Trobos / No 32 / Thn III / Mei 2002
Pemasukan ilegal dan ancaman serbuan lanjutan paha ayam impor asal AS
menimbulkan gelombang
kekhawatiran di banyak daerah atas anjloknya harga broiler
di pasar dan demonstrasi protes anti
pemasukan daging impor tersebut. Tetapi
dalam posisi dan kondisi hampir 90 % komponen bahan pakan
ternak masih harus diimpor, sebenarnya harga jual daging ayam ras utuh (whole chicken) Indonesia
di pasar
domestik masih mampu bersaing dengan harga ayam impor. Industri peternakan dan prosesing AS terkenal
salah satu yang paling efisien di dunia,
tetap tidak akan mampu bersaing di pasar becek (tradisional) di
Indonesia.
Jika diasumsikan 90 % atau bahkan hanya 50 % saja komponen pakan yang tidak
lagi perlu diimpor
maka harga daging ayam Indonesia sesungguhnya jauh lebih
mampu bersaing dengan produk AS.
Tetapi industri perunggasan nasional masih
saja sebuah ironi. Kenapa jagung mesti diimpor ? Padahal
Indonesia negara agraris yang dulu pernah mengekspor jagung. Kenapa juga tepung ikan mesti diimpor ?
Padahal Indonesia negara maritim yang lautnya dikenal paling kaya ikan. Demikian pula impor kedele
yang sudah berlangsung hampir 30 tahun dan
banyak menghabiskan devisa.
Sejak September tahun lalu tercatat impor jagung 1,3 juta ton senilai 150 juta US$ dengan perincian
sebanyak 60 % diimpor dari AS, 30 % dari Argentina
dan sisanya dari berbagai negara seperti Perancis,
Peru, Brazil, China, Irlandia. Tragedi pengeboman gedung WTC di AS ternyata tidak mengurangi volume
impor dari negara tersebut. Bahkan nilai impor dari AS semakin bertambah besar
menjadi 80 % akibat
keluarnya larangan impor dari Pemerintah terhadap jagung
yang didatangkan dari negara-negara yang
belum bebas penyakit mulut dan kuku.
Mengingat besarnya ketergantungan dunia industri peternakan nasional terhadap
negara lain dan yang
bisa jadi akan semakin terperosok dan mengancam ketahanan pangan negara ini. Ketua Umum HKTI
(Himpunan Kerukunan Tani Indonesia) Siswono Yudohusodo meyakinkan bahwa seharusnya sektor
pertanian, peternakan dan perikanan dijadikan landasan kokoh perekonomian negara agraris
dan maritim.
Jagung sendiri merupakan komoditas vital dalam industri pangan, kimia maupun industri
manufaktur. Kebutuhan
jagung nasional pada kurun waktu 1996 - 2000
rata-rata lebih dari 10 juta ton per tahun. Ditjen Bina
PPHP (Pengolahan &
Pemasaran Hasil Pertanian) DepTan memproyeksikan kebutuhan jagung dalam
periode 2001 - 2004 akan mencapai 11 - 12 juta ton per tahun. Sebaliknya kemampuan
produksi jagung
nasional masih berkisar 9,2 juta ton sehingga Indonesia akan
tetap tergantung pada impor.
Selama periode 1998 - 2002 terungkap adanya penciutan lahan pertanaman
jagung.Pada tahun 1998 luas
lahan jagung adalah 3,848 juta ha yang menyusut menjadi 3,456 juta ha di tahun 1999. Pada tahun 2001
luas lahan jagung mengalami penurunan tajam menjadi 3,256 juta ha yang diperkirakan akan terus menurun
menjadi
3,291 juta ha. Sementara minat petani dan kemampuan bisnis masih terbebani oleh
kenaikan harga
input produksi, keterbatasan fasilitas pasca panen dan fluktuasi harga, sebagai salah satu penyebab menciutnya
lahan pertanaman jagung. Petani kian berat terbebani oleh kenaikan upah kerja dan ongkos
produksi.
Meskipun kebutuhan industri pakan ternak akan jagung hanya 6 % saja dari kebutuhan
menyeluruh pasar
domestik, tetapi tetap saja peningkatan dan pengembangan produksi jagung menjadi sangat
penting. Penanganan
pasca panen menjadi faktor
penting agar produk jagung bisa memenuhi tuntutan industri pakan ternak antara
lain kadar air maksimal 15 - 16 %, kandungan aflatoksin maksimal 50 ppm, kotor
an maksimal 1 %, dan
biji mati maksimal 1 %.
Dalam upaya meningkatkan produksi jagung dan memperluas lahan pertanaman jagung maka baru-baru ini
Pemerintah Daerah Propinsi Kyung-ki (Korea Selatan)
dan Pemda Propinsi Sulawesi Selatan telah
menandatangani nota kesepahaman (MoU = Memorandum of Understanding). Pemerintah Korea Selatan
akan mengucurkan dana investasi 9 juta US$ untuk pertanaman jagung di lahan seluas 25.000
ha meliputi 7
Kabupaten yaitu Gowa, Takalar, Jeneponto, Bantaeng, Bulukumba,
Maros dan Barru. Peningkatan produksi
jagung diharapkan mampu mengurangi ketergantungan industri pakan ternak dan dengan demikian bisa
berkontribusi menurunkan biaya produksi peternakan di Tanah Air. |