Permasalahan Budidaya Vanname
Iffa Muhtadi dan Ari Ristanto, TROBOS No 37 Oktober 2002
Vanname atau dikenal sebagai udang putih belakangan ini
semakin banyak dibudidayakan petambak.
Di saat usaha pertambakan sedang lesu (1992 - 2002) dimana lahan
yang berproduksi tinggal
30 %, tetapi tahun lalu mengalami kenaikan lebih 45 % dan 90 % di
antaranya ditebari vanname.
Di Banyuwangi - Jatim, luas lahan yang diterai vanname mencapai 961,9
ha.
Sejalan dengan berbondong-bondongnya petambak beralih ke
udang putih belakangan mulai diketahui
beberapa persoalan yang berkaitan dengan budidaya spesies udang
tersebut. Vanname tidak terlalu
tahan penyakit seperti halnya terlihat gejala serangan penyakit di daerah
Jateng dan
Jatim. Selain itu juga bisa diamati terjadinya beberapa kematian massal
dan menurunnya laju pertumbuhan udang vanname.
Bebearapa penyebab kegagalan budidaya udang vanname
disimpulkan berasal dari kontribusi faktor-faktor
seperti rendahnya mutu benur, salah musim tebar, kekurangsiapan lahan
penebaran. Kualitas mutu
benur disinyalir memberikan kontribusi yang paling besar atas kegagalan
budidaya tersebut.
Ini bisa terjadi karena induk yang digunakan untuk menghasilkan benur
kebanyakan dari hasil budidaya
tambak. Menurut pakar udang dari Filipina, Leonardo Bong Tiro, induk
selama ini diproduksi
dengan cara tradisional tanpa mengindahkan kaidah pemuliaan. Idealnya
benur yang dipasarkan harus
SPF (specific pathogen free) atau bahkan SPR (specific pathogen
resistance) yang diproduksi dari induk
yang secara genetik sudah diseleksi dengan ketat.
Leonardo Bong Tiro mengamati adanya penurunan average
daily gain (ADG) sebanyak 40 % dibandingkan
ketika vanname pertama kali diperkenalkan di Indonesia dua tahun lalu.
Pada waktu itu, ADG mingguan bisa
mencapai 1,75 g sedangkan saat ini hanya bisa 1,05 g.
Sederetan faktor kegagalan tersebut tidak mengurangi
minat petambak untuk terus menebar vanname.
Karena secara ekonomis vanname masih layak dibudidayakan dimana biayanya
30 % lebih rendah
dibandingkan udang windu. Harga vanname saat ini terlihat mulai merangkak
naik.
Dari beberapa kasus keberhasilan budidaya vanname
misalnya dari 630.000 ekor benur, bisa dipanen
6,25 ton dengan SR 74 % size rata-rata 75 ekor/kg. Pengeringan lahan
tambak dilakukan selama 4 - 5
bulan sebelum penebaran.
Analisis Usaha Budidaya Udang Vanname |
|
|
|
|
Asumsi :
Luas kolam : 10.000 m2
Padat penebaran : 100 ekor / m2
Size panen : 70 ekor / kg
Survival rate : 75 %
FCR : 1,2 |
1. Persiapan lahan
a. Pembesihan lahan/buang lumpur
b. Pengapuran 5 ton/ha (tergantung pH tanah)
c. Sterilisasi kaporit 30 ppm (90 kg * Rp
9.000,-) |
Rp 1.500.000
Rp 1.000.000
Rp 810.000 |
2. Benur
a. 1.000.000 ekor * Rp 18,00 |
Rp 18.000.000 |
3. Pakan
a. 12.000 kg * Rp 7.500,00 |
Rp 90.000.000 |
4. Saprotan :
a. Saponin
b. Vitamin dan mineral
c. Probiotik
d. Dolomit, kapur, zeolit
e. Bahan penunjang lainnya |
Rp 9.000.000 |
5. Bahan bakar, listrik dan maintenance
alat |
Rp 27.000.000 |
6. Gaji karyawan |
Rp 30.000.000 |
7. Biaya panen |
Rp 2.000.000 |
Total Input |
Rp 179.310.000 |
Output |
|
|
|
Penjualan udang 10.700 kg * Rp 37.000/kg
Keuntungan kotor
Bonus karyawan dan teknisi 10 % * keuntungan kotor |
Rp 395.900.000
Rp 216.590.000
Rp 2.000.000 |
Keuntungan sebelum pajak |
Rp 194.931.000 |
|
|
|
|
Sumber : PT Matahari Sakti - Surabaya |
|